Dimulai dari diri sendiri
Seorang Ibu berusia 70 tahun yang memiliki 6 anak, mengisahkan tentang pengalaman mendidik anak-anaknya. Beliau mengatakan, "Ketika Saya mengandung anak pertama, Saya menyiapkan diri sendiri dulu untuk menjadi pribadi yang baik dan memiliki keinginan dan harapan untuk anak saya. Begitu pula dengan anak-anak yang selanjutnya. Saya berusaha untuk memperbarui kepribadian dan akhlak baik saya terus menerus....". Cerita ibu tersebut bisa disimpulkan bahwa untuk membangun sebuah peradaban harus diawali dari diri sendiri dulu. Anak adalah sebuah peradaban dimana membutuhkan sebuah persiapan, modal untuk membuatnya menjadi besar. Hal itulah menjadi amanah orang tua, selain ayah, ibu juga memiliki peran dalam membentuk peradaban tersebut.
Orang tua diberikan kesempatan untuk melakukan kebaikan dan beramal sebesar-besarnya dalam rangka membagun peradaban-peradaban tersebut. Oleh karena itu, proyek peradaban tersebut bukanlah proyek sembarang proyek, bukan proyek yang asal- asalan atau kaleng-kaleng, namun sebuah proyek yang luar biasa.
Adapun mendapatkan hasil yang luar biasa, harus memiliki konsep yang menyeluruh, matang, terorganisir dan bukan untuk kepuasan pribadi sebagai tempat kebanggaan sendiri saja. Demikian pula dalam hal mendidik anak, dimana anak adalah titipan yang harus orangtua jaga, bantu, arahkan untuk mencapai fitrahnya....Mengenal Allah dan RosulNya, mengenal dan memahami DienNya.
Anak adalah titipan, sehingga bukan untuk sekedar menyenangkan hati orang tua, kebanggaan dan bahan pertunjukan.......
Anak adalah titipan, walaupun orang tua pernah terbersit dalam hati menuntut banyak hal dari dalam dirinya, sehingga orang tua sering kecewa .......
Ternyata tanpa orang tua sadari bahwa dari anaklah cerminan diri orangtua sesungguhnya......
Kira-kira 25 tahun lalu, dosen saya menceritakan tentang kliennya yang mengeluhkan tentang anak-anak remajanya. Orang tua remaja tersebut mengatakan, "Bagaimana Pak dengan anak saya, sekarang ini dia sulit diatur, selalu melawan dan tak dekat dengan saya ". Kemudian dosen saya menjawab, "Apa yang sudah Ibu lakukan terhadap anak Ibu pada masa kecilnya, bagaimana Ibu bersikap kepadanya dulu ?". Dari pertanyaan dosen saya terebut, menyiratkan bahwa apa yang terjadi pada diri seorang anak, ada peran orang tua dalam memperlakukannya selama ini.
Yah..... memang perlu banyak perangkat dan alat-alat yang bukan sekedarnya dalam mendidik anak-anak. Ilmu dan paradigma berpikir orang tua tentang parenting/pengasuhan anak harus di upgrade terus-menerus. Pemahaman tentang memenuhi kebutuhan dan perkembangan anak-anak perlu dari segala aspek baik kognitif, fisik, psikomotorik dll.
Hal terpenting adalah mind set orang tua dalam mendidik dan membentuk anak-anak, dan perlu ditanyakan kembali pandangan orang tua terhadap anak-anak. Seperti kata guru parenting saya juga, Abah Ihsan Baihaqi, "Apa yang ada di pikiran orang tua terhadap anak-anaknya ? Amanah atau beban ?". Silahkan menjawab dalam hati :)
Mungkin ada orang tua yang memenuhi kebutuhan anaknya dengan melihat apa yang anak-anak inginkan dan anak-anak sukai saja bukan sesuai dengan kebutuhan anak yang seharusnya, misalnya pemberian kepemilikan gadget di usia kanak-kanak tanpa diawasi. Tentunya hal tersebut disikai anak, namun apakah itu sebuah kebutuhan anak? Tentu hal itulah yang harus orang tua gali kembali apa yang menjadi kebutuhan utama untuk perkembangan dan pertumbuhan anak-anak.
Contoh lain, ada orang tua yang memenuhi kebuhan fisik anak secara berlebihan, namun untuk kognitif dan afektif kurang disentuh. Orang tua jarang berkomunikasi dengan anak-anak, tidak memiliki waktu khusus untuk melakukan aktivitas bersama anak, misalnya membacakan buku untuk anak, bermain bersama di lapangan dan rumah, bercerita dan mendengarkan cerita anak-anak, melihat tayangan/ tontonan bersama anak-anak, sehingga ada hubungan yang dekat antara anak dan orang tua dan tidak sekedar kalimat instruksi atau perintah dari orang tua kepada anak dalam hal komunikasi.
Komunikasi sangat penting dibina dalam hubungan orang tua bersama anak. Contoh aktivitas komunikasi yang dapat dilakukan antaranya dengan buku maka hubungan dialogis dengan anak akan terbangun, karena si ibu dan ayah membacakan cerita. Maka dari peristiwa itu dapat timbul sebuah dialog dan hubungan batin yang luar biasa kepada anak. Berarti aspek afektifnya terpenuhi sehingga merangsang daya kognitifnya untuk memiliki keingintahuan dll. Bukan memaksa anak untuk membaca sendiri, atau tunggu anak dapat membaca dulu, baru dibelikan buku-buku bacaan.....
Dan itu dimulai dari mind set or cara berpikir kita......
-----
Harapan dan kesempatan itu masih panjang
Perubahan itu harus terus dijelang
Perlu tekad kuat sebagai pejuang
Untuk mendapat ridho Allah yang luas membentang
Komentar
Posting Komentar